TDC, Kampus C. Konsep baru di bidang ilmu fisika, telah membawa perubahan mendasar bagi pandangan dunia yang mekanistik – reduksionis ke pandangan baru yang holistik – ekologis. Tidak kita sadari sebelumnya, bahwa hal ini memiliki banyak kesamaan dengan pandangan tradisional. Sesuatu yang kerap kita pandang tidak realistis, kini justru berhasil dibuktikan secara ilmiah.
“Hendaknya kita jangan bersikap skeptis. Banyak orang menganggap, terapi tradisional itu tidak ilmiah. Padahal, justru ada banyak hal dalam sisi tradisional itu yang sesuai dengan teori ilmiah, dan kini sudah terbukti realitas fisiknya,” demikian ujar Guru Besar Fakultas MIPA Unair, Prof. Dr. Ir. Suhariningsih.
Ditemui di ruang program studi Battra Unair, Prof. Suhariningsih menyatakan, bahwa filosofi fisika modern memang belum banyak dipahami. Padahal, pandangan holistik – ekologis pada kesehatan, sesuai dengan arah fisika baru. “Ini juga sejalan dengan misi berdirinya FMIPA Unair yang berorientasi pada ilmu kehayatan,” terang Guru Besar FMIPA Unair yang satu ini.
Bersandar pada pengembangan ilmu hayat, Prof. Suhariningsih mengajak kita untuk memanfaatkan ilmu fisika bagi kesehatan. “Sekarang sudah ada alat terapi bioresonansi yang konsep kerjanya adalah mengambil frekuensi listrik tubuh yang tidak normal dari si sakit. Kemudian frekuensi tersebut dikembalikan lagi ke tubuh dalam bentuk inversnya (kebalikannya). Jadi seperti laptop yang “hang”, kemudian kita reset untuk mengembalikan ke posisi normal,” demikian terang ahli Biofisika Unair ini.
Memahami Atom
Sama seperti halnya trend pada fisika modern, Prof. Suhariningsih mencoba menjelaskannya melalui atom. Seperti kita ketahui, atom merupakan partikel terkecil dari unsur yang mampu menyebabkan perubahan kimia. “Secara esensial, seluruh benda di muka bumi, bahan dasarnya sama, yakni atom. Atom pada manusia tidak ada bedanya dengan atom pada kucing sekalipun. Yang membedakan adalah konfigurasi atom-atomnya, yakni model ikatan atomnya,” papar pengembang pendidikan akupunktur yang satu ini.
Dijelaskan oleh Prof. Suhariningsih, seluruh atom-atom di alam semesta ini saling berkomunikasi antara satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, antar atom pembentuk tubuh manusia dengan atom-atom benda atau makhluk di sekitarnya harus harmonis, agar terjadi keseimbangan. “Jadi, ketika kita sakit, itu bukan karena gerakan atom pada diri kita sendiri, tetapi juga karena pengaruh atom-atom di sekitar kita,” tandas pengenyam lecturing research di Universitas Sophia ini.
Dalam fisika modern, konfigurasi atom tertentu membawa informasi tertentu, dimana informasi adalah gelombang-gelombang halus elektromagnetik (biofoton). Karenanya, setiap konfigurasi atom di dalam tubuh mengandung informasi yang disampaikan dalam bentuk biofoton. Demikian pula tumbuh-tumbuhan atau yang lain. Berikutnya, hal ini nantinya yang akan mampu menimbulkan manifestasi pada sebuah fenomena. ”Manusia itu unik, dilihat dari segi kuantum, masing-masing manusia punya frekuensi biofoton yang berbeda. Meski terlahir kembar, tetap ada perbedaan frekuensi. Namun demikian, dalam perbedaan itu tetap akan ditemukan frekuensi yang sama dengan benda-benda di sekelilingnya,” ujar anggota Senat Akademik Unair yang satu ini.
Dalam pengobatan tradisional, tumbuh-tumbuhan sering digunakan sebagai obat (jamu) untuk menyembuhkan penyakit tertentu. Melalui analisis fisika modern, dapat dijelaskan bahwa tumbuh-tumbuhan juga memiliki frekuensi. Jika frekuensi tumbuhan tersebut sama dengan frekuensi seseorang yang sedang sakit, maka tumbuhan itu dapat digunakan untuk menyembuhkan penyakitnya.
“Tetapi perlu diingat, bahwa penyakit yang sama belum tentu dapat diobati dengan tumbuhan yang sama. Karena ini tergantung pada frekuensi penyebab sakit itu sendiri,” ujar Prof. Suhariningsih. Dalam pandangan tradisional, kasus seperti ini sering disebut cocok-cocokan. Dimana seseorang merasa tidak berhasil mengambil manfaat atas ramuan jamu tertentu, sementara orang lain justru mengalami perubahan, hingga menjadi lebih sehat.
Air sebagai Media Pengobatan
Lain dari itu, jika kita perhatikan, air sering digunakan sebagai media penyembuhan pada beberapa pengobatan tradisional. Namun apakah kita mengetahui, bahwa air memiliki konfigurasi yang bergantung pada informasi yang diberikan kepadanya ?
Dijelaskan oleh Prof. Suhariningsih, air juga membentuk konfigurasi yang mampu memancarkan gelombang elektromagnetik. “Kata ahli kimia air ya H2O, tetapi bagi ahli fisika konfigurasi atom pembentuk molekul air sangat menentukan informasi yang ada di dalamnya. Setiap molekul air mengandung informasi tertentu,” papar calon anggota MWA Unair ini.
Melalui penelitian yang dilakukan oleh Masao Emoto di tahun 2006, kristal air yang berbentuk heksagonal, diketahui dapat menyajikan tampilan (view) yang berbeda, bergantung informasi yang diterima. Air yang diberi tulisan doa-doa akan membentuk kristal yang berbeda dengan air yang diberi tulisan stress, atau bahagia. Bahkan, jika suatu air dalam botol kita tempelkan kertas bertuliskan ‘bodoh’, maka air tidak membentuk konfigurasi apapun (kacau).
Seperti kita ketahui, kandungan air dalam tubuh manusia mencapai 70 persen. Cairan yang ada dalam tubuh manusia, juga akan berpotensi menerima informasi dalam bentuk gelombang halus elektromagnetik. “Fenomena yang ada, tergantung dari informasi. Air dalam struktur tertentu, dapat menjadi informasi yang dibutuhkan oleh tubuh, sehingga bisa bersifat menyembuhkan,” ungkap Prof. Suhariningsih.
Dari beberapa pembuktian tersebut, Prof. Suhariningsih berpendapat bahwa rasionalitas hingga tingkat tertentu adalah penting. Namun tidak seluruh yang ada di dunia ini rasional. “Ini bukan berarti saya mengajak berfikir tidak rasional, tapi kalau kita terlalu fokus pada yang rasional saja, kita tidak bisa memahami alam semesta secara keseluruhan,” demikian pesan Prof. Suhariningsih.
Lebih jauh, di alam semesta ini ada materi terang (10 %) dan materi gelap (90 %). Materi terang merupakan materi yang sudah dapat dijelaskan melalui interaksinya dengan gelombang elektromagnetik (foton). Sementara materi gelap belum terungkap. Artinya, manusia baru bisa mengungkap atau menjelaskan rahasia alam 10 % saja, sedangkan 90 % sisanya, masih misterius !